Monday, December 27, 2010

Apakah sudah tidak ada rakyat yang hidupnya lebih miskin dari aku?

Perjalanan panjang negeri ini telah memberi bukti, alangkah bahagia segenap penghuninya, selama roh agama menjiwai sikap kebangsaan kita. Sebagai penganut-penganut agama yang teguh, pengabdian kita kepada tanah air tidak bermotivasi material semata, melainkan lebih bertujuan mencari ridha Allah. Agama, antara lain lewat perintah puasa, memperkuat pribadi untuk hidup dalam serba keseimbangan, antara kepentingan jasmani dan rohani, antara kepentingan duniawi dan ukhrawi.

Asas itu yang membuat manusia mampu menatap dunia tidak pada permukaannya saja, menatapi hidup tidak pada keindahannya belaka, tapi juga pada tanggung jawab dan amanatnya. Seperti tatkala Umar bin Khattab berpidato pada upacara pelantikannya selaku khalifah, ''Ibarat domba, nasib rakyat tergantung bagaimana penggembalanya. Karena itu, sesudah aku kalian percayai menjadi pemimpin, dukunglah aku apabila aku berada di jalan yang benar, dan luruskanlah aku andaikata aku telah menyimpang.' '

Maka sewaktu sejumlah sahabat di bawah pimpinan Usman bin Affan bersepakat hendak menaikkan gajinya, dengan berang Umar berkata, ''Apakah sudah tidak ada rakyat yang hidupnya lebih miskin dari aku? Tidak ingatkah kamu, ketika Rasulullah mengikat perutnya karena menahan rasa lapar, kita tawari beliau makanan lezat, dengan keras ditolaknya seraya berkata, 'di mana akan kuletakkan mukaku di hadapan Allah, kalau aku sebagai pemimpin justru membikin berat orang-orang yang kupimpin?' Jadi, tidak bolehkah aku mengikuti jalan Rasulullah sebagai pengabdi rakyat?''

Para sahabat tertunduk. Dalam pikiran mereka bergaung sabda Rasulullah SAW, ''Seandainya para pemimpinmu adalah orang-orang yang paling baik di antaramu, para hartawanmu adalah orang-orang yang paling dermawan di antaramu, segala urusanmu selalu diselesaikan dengan musyawarah di antara sesamamu, hidup di muka bumi jauh lebih menyenangkan ketimbang berkalang tanah.''

Guna membina sifat-sifat seperti itulah ibadah puasa disyariatkan, yaitu sifat-sifat yang mencerminkan ketakwaan. Jika berlawanan dengan sifat-sifat itu, bumi akan binasa oleh berbagai perbuatan yang tidak bertanggungjawab. Sebagaimana diingatkan Allah lewat surah an-Nahl, ayat 112, ''Allah memberikan contoh suatu negeri di masa silam, yang tadinya aman tenteram, rezekinya melimpah ruah dari segala penjuru, tetapi kemudian kufur kepada nikmat Allah sehingga dibelit selubung kelaparan dan ketakutan, sebagai balasan terhadap keingkaran mereka.''

No comments:

Post a Comment