Friday, December 31, 2010

... first chapter ...

“We will open the book. Its pages are blank. We are going to put words on them ourselves.  The book is called Opportunity and its first chapter is New Year’s Day.” ~ Edith Lovejoy Pierce

Temani kami .........

Tahun yang lama baru saja menghembuskan nafas terakhirnya ke angkasa. Malam kelam datang meletakkan mahkota waktu di kepala awal tahun dan mendudukkannya di singgasana alam. Setitik cahaya yang lemah telah menyelinap. Gelap yang panjang membentang. Butir-butir salju mulai tercurah dengan deras. Prahara mendesis dengan cepat meliuk-liuk dari puncak gunung turun ke dataran rendah sambil membawa butir-butir salju untuk ditimbun di jurang.
Pepohonan bergetar hebat oleh hantaman badai, dan kebun-kebun, permukaan tanah dan jalan-jalan menjadi satu lembaran kertas putih. Sang Maut menulis garis samar-samar, lalu dihapus lagi. Kabut tipis yang bertebaran di setiap bagian bertengger di puncak lembah. Cahaya remang-remang bersinar lemah di jendela-jendela rumah dan gubuk-gubuk kumuh.
Ketebalan salju yang membeku membuat langkah kian berat. Meskipun demikian, disela ketakutannya kepada alam yang memberikan tanda berakhirnya hari ini, langkahnya tetap terangkat. Berat, tetapi terus maju. Pedih, tetapi tetap berusaha. Menyakitkan, tetapi hatinya penuh ketulusan. Serasa teriris sembilu, tetapi keikhlasan dan kepasrahan menjadikannya kuat.
Ya Allah, biarlah bekal ini ... kesabaran, ketabahan dan keteguhan iman, mampu mendorongku terus berjalan di sisa hidupku ini. Biarlah yang Engkau ijinkan, yang Engkau perkenankan dan yang Engkau ridhoi menjadi tujuan akhir nafas ini.
Selamat tinggal 2010, terima kasih buat semua kenangan manis & getir, puja puji ke hadirat Allah SWT atas segalanya, dan selamat datang 2011 ... temani kami menempuh kehidupan ini ...
(contemplation of the last day of 2010)



Thursday, December 30, 2010

KAYA RASA, KAYA MAKNA (Gede Prama)

Ada sebuah tulisan Gede Prama yang menyentuh hati saya, karena berkisah tentang sekolah-murid-guru. Saya rasa tulisan ini akan juga disukai oleh para pembava blog saya.


”Cangkul, cangkul, cangkul yang dalam....”

Kemiskinan badan berjumpa kemiskinan batin, demikian seorang murid mendengar bisikan gurunya pada akhir meditasi.

Rumah sakit yang seyogianya menjadi tempat penyembuhan, tidak saja mahal, malah mengirim pasiennya ke penjara. Sekolah yang dulu menggembirakan, kini pada saat ujian dijaga polisi, Bahkan, terjadi berbagai penangkapan, menakutkan.

SEKOLAH YANG INDAH

Di banyak tempat, ditemukan home schooling. Anak-anak takut ke sekolah karena dipukuli teman, guru galak, pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya. Ini memberi inspirasi, saatnya merekonstruksi sekolah agar indah.

Di sebuah pelatihan sopir taksi pernah dilakukan latihan memberi yang menarik. Pada hari pertama peserta diminta membawa nasi bungkus karena tidak disediakan makan siang. Peserta berlomba membawa makanan yang enak. Ketika makan, peserta diminta meletakkan nasinya di kelas sebelah untuk dimakan peserta sebelah. Sementara yang bersangkutan memakan makanan yang dibawa orang lain.

Pada hari kedua juga diminta membawa nasi bungkus. Setelah tahu kalau nasi yang dibawa untuk kelas sebelah, banyak yang membawa nasi seadanya. Tidak sedikit hanya membawa nasi putih saja. Ternyata aturannya berubah, peserta harus memakan nasi yang dibawa sendiri.

Yang ingin diilustrasikan di sini, menyangkut perut sendiri betapa borosnya manusia memberi, bahkan banyak yang stroke. Namun terkait perut orang, betapa sedikit yang diberikan. Tiba-tiba para sopir tersentak, betapa egoisnya hidup. Ego inilah yang menciptakan penderitaan. Maka ada guru yang berpesan: ”Memberi, memberi, memberi. Lihat bagaimana hidupmu menjadi sejuk dan lembut setelah rajin memberi”.

Di sekolah guru boleh meniru pola pelatihan sopir itu, bisa juga mengajak anak didik ke panti asuhan, bermain bola bersama anak kampung. Intinya, menyadarkan pentingnya memberi.

Dalam bahasa manusia jenis ini, saat memberi sebenarnya orang tidak saja mengurangi beban pihak lain, tetapi juga sedang membangun potensi kebajikan dalam diri. Ini yang kelak memancarkan kebahagiaan.

TIGA TANGGA PEMBERIAN

Pemberian terdiri tiga tangga. Pertama, semua makhluk sama dengan kita: ”mau bahagia, tidak mau menderita”. Karena itu, jangan pernah menyakiti.

Kedua, para makhluk lebih penting. Nasi, udara, pekerjaan, semua yang memungkinkan hidup berputar, dihasilkan makhluk lain. Binatang bahkan terbunuh agar manusia bisa makan daging. Untuk itu, banyaklah menyayangi. Dari menanam pohon, melepas burung, menyayangi keluarga, bekerja jujur, tulus, sampai memberi beasiswa anak-anak miskin.

Ketiga, karena semua makhluk lebih penting, belajarlah memberi kebahagiaan, mengambil sebagian penderitaannya. Perhatikan doa Santo Fransiskus dari Asisi. Beri saya kesempatan menjadi budak perdamaian. Di mana ada kegelapan kemarahan, biar saya hadir membawa cahaya kasih. Di mana ada bara api kebencian, biar batin ini muncul membawakan air suci memaafkan. Mistikus sufi Kabir berkata, ”Nur terlihat hanya beberapa detik, tetapi ia mengubah seorang penyembah menjadi pelayan.”

Dalai Lama kerap menitikkan air mata saat membacakan doa ini, ”Semasih ada ruang, semasih ada makhluk. Izinkan saya terus terlahir ke tempat ini agar ada yang membantu semua makhluk keluar dari penderitaan.”

Penggalan lagu di awal tulisan mengingatkan, dengan mencangkul yang dalam, akar-akar pohon membantu batang, daun, bunga, dan buah bertumbuh. Kehidupan manusia juga serupa. Hanya pemberian yang memungkinkan seseorang ”mencangkul hidupnya” secara mendalam. Hasilnya, bunga kehidupan mekar: kaya rasa, kaya makna. Sampai di sini, guru berbisik: bahkan kematian pun bisa berwajah menawan.

Pertama, bagi yang terbiasa memberi (melepaskan), tidak lagi tersisa kelekatan yang membuat kematian menakutkan. Kematian menakutkan karena manusia belum terbiasa melepaskan.

Kedua, melalui kematian manusia melaksanakan kesempurnaan pemberian. Jangankan uang, tubuh pun diikhlaskan.

Tubuh menyatu dengan tanah, ikut menghidupi makhluk di bumi karena menghasilkan padi, sayur, buah. Unsur air bergabung dengan air agar makhluk tidak kehausan. Unsur api menyatu dengan api agar makhluk bisa memasak. Unsur udara bersatu dengan udara agar makhluk bisa bernapas. Unsur jiwa (ada yang menyebut kesadaran) menyatu dengan semua jiwa (kesadaran) agar semua makhluk teduh. Inilah kematian yang menawan. Melalui kematian manusia bukan kehilangan, malah memberikan.

Guru, semoga ada pemimpin yang tertarik mencangkul hidupnya secara mendalam. Lalu tersentuh untuk meringankan beban mereka yang kerap menangis oleh biaya sekolah, biaya berobat, biaya menemukan keadilan yang serba mahal.


Tuesday, December 28, 2010

"Ibu ... aku ada pasangan hidup sendiri ..."

Tulisan berikut ini saya kutip dari mailing list - SEKOLAHRUMAH - , sebuah email kiriman (widyagung94@......) tepat di Hari Ibu 22 Desember 2010 yang lalu. Tulisan yang sangat "dalam" maknanya, dan mampu mendorong kita untuk bercermin diri tentang hubungan kita dengan ibunda tercinta. Semoga kutipan ini memberikan manfaat bagi yang membacanya di blog saya. Terima kasih kepada mbak Wid yang sudah berbagi (sharing).


(dari seseorang...)

Ibu...Aku ada pasangan hidup sendiri.... 

Bila senang, aku cari....pasanganku 
Bila sedih, aku cari....ibu 

Bila mendapat keberhasilan, aku ceritakan pada....pasanganku
Bila gagal, aku ceritakan pada....ibu 

Bila bahagia, aku peluk erat....pasanganku 
Bila berduka, aku peluk erat....ibuku 

Bila ingin berlibur, aku bawa....pasanganku 
Bila sibuk, aku antar anak ke rumah....ibu 

Bila sambut hari kasih sayang. Aku beri hadiah pada pasanganku 
Bila sambut hari ibu...aku cuma dapat ucapkan "Selamat Hari Ibu" 

Selalu.. aku ingat pasanganku 
Selalu.. ibu ingat aku 

Setiap saat... aku akan telepon pasanganku 
Entah kapan... aku ingin telepon ibu 

Selalu...aku belikan hadiah untuk pasanganku 
Entah kapan... aku ingin belikan hadiah untuk ibu 


Renungkan: 

"Kalau kau sudah selesai belajar dan berkerja... masih ingatkah kau pada ibu? 
Tidak banyak yang ibu inginkan... hanya dengan menyapa ibupun cukuplah". 
Berderai air mata jika kita mendengarnya........ 
Tapi kalau ibu sudah tiada.......... 

IBUUUU...RINDU IBU.... RINDU SEKALI.... 
Berapa banyak yang sanggup menyuapi ibunya.... 
Berapa banyak yang sanggup mencuci muntah ibunya..... 
Berapa banyak yang sanggup menggantikan alas tidur ibunya..... 
Berapa banyak yang sanggup membersihkan najis ibunya...... .
Berapa banyak yang sanggup membuang belatung dan membersihkan luka kudis ibunya.... 

Berapa banyak yang sanggup berhenti kerja untuk menjaga ibunya..... 

Seorang anak menemui ibunya yang sedang sibuk menyediakan makan malam di dapur lalu menghulurkan selembar kertas yang bertuliskan sesuatu. Si ibu segera melap tangannya dan menyambut kertas yang dihulurkan oleh si anak lalu membacanya. Upah membantu ibu: 

1) Membantu pergi belanja : Rp 4.000,- 
2) Membantu jaga adik : Rp 4.000,- 
3) Membantu buang sampah : Rp 1.000,- 
4) Membantu membereskan tempat tidur : Rp 2.000,- 
5) Membantu siram bunga : Rp 3.000,- 
6) Membantu sapu sampah : Rp 3.000,- 
Jumlah : Rp 17.000,- 

Selesai membaca, si ibu tersenyum memandang si anak, kemudian si ibu mengambil pensil dan menulis sesuatu di belakang kertas yang sama. 

1) Biaya mengandung selama 9 bulan - GRATIS 
2) Biaya tidak tidur karena menjagamu - GRATIS 
3) Biaya air mata yang menitik karenamu - GRATIS 
4) Biaya gelisah karena mengkhawatirkanmu - GRATIS 
5) Biaya menyediakan makan, minum, pakaian, dan keperluanmu -GRATIS 
Jumlah Keseluruhan Nilai Kasihku - GRATIS 

Air mata si anak berlinang setelah membaca apa yang dituliskan oleh si ibu. 

Si anak menatap wajah ibu,memeluknya dan berkata, 
"Aku Sayang Ibu". 

Kemudian si anak mengambil pensil dan menulis di muka kertas yang sama:
"Telah Dibayar LUNAS "

Monday, December 27, 2010

Apakah sudah tidak ada rakyat yang hidupnya lebih miskin dari aku?

Perjalanan panjang negeri ini telah memberi bukti, alangkah bahagia segenap penghuninya, selama roh agama menjiwai sikap kebangsaan kita. Sebagai penganut-penganut agama yang teguh, pengabdian kita kepada tanah air tidak bermotivasi material semata, melainkan lebih bertujuan mencari ridha Allah. Agama, antara lain lewat perintah puasa, memperkuat pribadi untuk hidup dalam serba keseimbangan, antara kepentingan jasmani dan rohani, antara kepentingan duniawi dan ukhrawi.

Asas itu yang membuat manusia mampu menatap dunia tidak pada permukaannya saja, menatapi hidup tidak pada keindahannya belaka, tapi juga pada tanggung jawab dan amanatnya. Seperti tatkala Umar bin Khattab berpidato pada upacara pelantikannya selaku khalifah, ''Ibarat domba, nasib rakyat tergantung bagaimana penggembalanya. Karena itu, sesudah aku kalian percayai menjadi pemimpin, dukunglah aku apabila aku berada di jalan yang benar, dan luruskanlah aku andaikata aku telah menyimpang.' '

Maka sewaktu sejumlah sahabat di bawah pimpinan Usman bin Affan bersepakat hendak menaikkan gajinya, dengan berang Umar berkata, ''Apakah sudah tidak ada rakyat yang hidupnya lebih miskin dari aku? Tidak ingatkah kamu, ketika Rasulullah mengikat perutnya karena menahan rasa lapar, kita tawari beliau makanan lezat, dengan keras ditolaknya seraya berkata, 'di mana akan kuletakkan mukaku di hadapan Allah, kalau aku sebagai pemimpin justru membikin berat orang-orang yang kupimpin?' Jadi, tidak bolehkah aku mengikuti jalan Rasulullah sebagai pengabdi rakyat?''

Para sahabat tertunduk. Dalam pikiran mereka bergaung sabda Rasulullah SAW, ''Seandainya para pemimpinmu adalah orang-orang yang paling baik di antaramu, para hartawanmu adalah orang-orang yang paling dermawan di antaramu, segala urusanmu selalu diselesaikan dengan musyawarah di antara sesamamu, hidup di muka bumi jauh lebih menyenangkan ketimbang berkalang tanah.''

Guna membina sifat-sifat seperti itulah ibadah puasa disyariatkan, yaitu sifat-sifat yang mencerminkan ketakwaan. Jika berlawanan dengan sifat-sifat itu, bumi akan binasa oleh berbagai perbuatan yang tidak bertanggungjawab. Sebagaimana diingatkan Allah lewat surah an-Nahl, ayat 112, ''Allah memberikan contoh suatu negeri di masa silam, yang tadinya aman tenteram, rezekinya melimpah ruah dari segala penjuru, tetapi kemudian kufur kepada nikmat Allah sehingga dibelit selubung kelaparan dan ketakutan, sebagai balasan terhadap keingkaran mereka.''

Kasih Sayang .........

Kasihilah penghuni bumi, niscaya engkau dikasihi penghuni langit. Muhammad Rasulullah dalam hadis di atas, yang dimaksud ''penghuni langit'' adalah Allah dan para malaikatNya. Adapun ''penghuni bumi'' yang patut dikasihi dan sekaligus dikasihani, merujuk riwayat Abu Hurairah, yaitu segala yang bernyawa. Dengan demikian, menolong mereka -- termasuk memberi air kepada anjing yang kehausan, seperti disabdakan Rasulullah -- berpahala. Tak mengherankan bila kemudian para sahabat Nabi SAW saling berlomba untuk mengasihi para penghuni bumi. Abu Darda, misalnya, begitu sayang kepada burung. Ia berkeliling mendekati anak-anak untuk membeli burung mereka. Ia lalu melepas burung-burung itu seraya berkata, ''Terbanglah, dan kamu bebas mencari penghidupan sendiri.''


Rahmat Allah yang oleh Al Quran disebut mencakup segala sesuatu (wasi'at kulla syai'in), seluruh nikmat yang kita rasakan, barulah satu dari seratus rahmat-Nya. Sedang 99 rahmat yang lain sementara masih ditahan, dan seperti dikatakan Rasulullah, akan diberikan khusus kepada hamba-hambanya yang beriman yang di dalam dirinya terdapat getaran cinta. Sabda Rasulullah: ''Yang bisa masuk surga hanyalah orang yang mempunyai rasa belas kasihan.''

Menebar rasa cinta haruslah menyeluruh, tidak pandang bulu, bahkan kepada para preman atau bangsat sekalipun. Kepada mereka, kita tidak boleh mengutuk dan mengumbar dendam. Rasulullah SAW, bahkan, menyuruh kita prihatin dan mendoakan mereka: Alhamumma irhamhu. Allahumma tub 'alaihi (Ya Allah, kasihanilah dia. Ya Allah, ampunilah dia). Kasih sayang (rahmah) juga berarti harapan agar seseorang kembali ke pangkuan Ilahi. Seorang sufi Syaqiq al-Zahid mengatakan: ''Pada saat kamu teringat atau bertemu orang jahat, kemudian kamu tidak merasa belas kasihan kepadanya, berarti kamu lebih jahat dari dia.'' Cinta kepada sesama adalah tolok ukur iman seseorang. Rasulullah SAW menegaskan, ''Bila seseorang tidak punya rasa belas kasihan terhadap sesamanya, maka Allah pun tidak menaruh kasihan kepadanya.'' (riwayat Bukhari-Muslim) .

Bahkan, dalam hadis yang lain disebutkan bahwa salat dan puasa belum cukup membawa seseorang ke surga sampai dadanya bersih dari dendam, hatinya penyayang, dan berbelas kasih terhadap sesama. Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjelaskan, amal yang paling disenangi Allah SWT ada tiga: ''Memberi maaf sewaktu sempat membalas dendam, berlaku adil saat emosi, dan menaruh belas kasihan terhadap sesama hamba Allah.'' Dalam kehidupan kita ini, begitu banyak manusia yang patut dikasihani: yang miskin, yang tak beribu bapak, yang jahat karena terpaksa, yang terkena musibah, dan seterusnya. Mereka adalah makhluk seperti kita, bernyawa. Bedanya, nasib baik belum berpihak kepada mereka.

Pemurah Hati

Alkisah, sahabat Anas pernah membagikan daging kambing yang sudah dimasak kepada seorang temannya. Sang teman tidak langsung menyantapnya, tapi memberikannya kepada orang lain yang dianggap lebih membutuhkan. Orang yang disebut terakhir ini pun memberikan lagi kepada tetangganya. Begitu seterusnya, hingga daging itu berputar sampai sepuluh rumah. 

Ini hanyalah contoh kecil dari kisah kedermawanan dan kemurahan hati sahabat-sahabat Nabi. Nabi sendiri, sejak kepindahannya ke Madinah, seperti dituturkan Aisyah, istrinya, tak pernah makan kenyang tiga hari berturut-turut hingga akhir hayatnya. Ini bukan karena Nabi saw miskin, tetapi semata-mata lebih mendahulukan kepentingan umat daripada kepentingan dirinya dan keluarganya. (H.R. Baihaqi).

Dalam akhlak Islam sikap murah hati dan kedermawanan seperti tersebut di atas, dikenal dengan istilah itsar yang secara harfiah berarti mengutamakan orang lain. Itsar seperti diutarakan Imam Ghazali di kitab Ihya 'Ulum al-Din, berarti kesediaan seseorang untuk mendermakan hartanya di jalan Allah, meski ia sendiri membutuhkannya. 
Itsar, lanjut Ghazali, merupakan kedermawanan pada tingkatnya yang paling tinggi, tak ada kedermawanan di atasnya. Dalam Alquran, Allah SWT memuji orang-orang yang memiliki sikap demikian. Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr, 9). 

Ayat ini, menurut banyak mufassir, berkenaan dengan sikap kaum Anshar yang dengan tulus dapat bermurah hati dengan menyerahkan bagian mereka (dari harta rampasan perang Banu Nadhir) kepada saudara-saudara mereka dari Muhajirin. Mereka memberikan bagiannya itu bukan karena tidak membutuhkan lagi, tetapi semata-mata karena cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Ini mengandung makna bahwa itsar merupakan salah satu bentuk dari kualitas moral (Akhlaq al-Karimah) yang sangat tinggi, yang menuntut bukan saja kepedulian, tetapi juga pengorbanan. 

Karena itu, menurut Suharwardi dalam Awarif al-Ma'rif, seorang tak mungkin memiliki sifat itu, kecuali yang bersangkutan memiliki dua sifat berikut ini. Pertama, ia memiliki hati dan jiwa yang bersih serta keluhuran budi pekerti. Kedua, ia berpendapat bahwa segala yang ada di muka bumi, termasuk harta kekayaan yang dimiliki adalah milik Allah swt semata. 

Untuk itu, ia akan memandang harta kekayaannya sebagai titipan Tuhan (amanah) yang harus diteruskan dan disampaikan kepada yang lebih berhak menerimanya. Sikap murah hati dan kepedulian terhadap sesama seperti dicontohkan Nabi dan kaum Muslimin di awal periode Islam itu, kini memang hampir tak dikenal lagi atau telah mati dalam tradisi kehidupan kita. Tentu, keberuntungan dan pahala besar bagi orang yang mau menghidupkannya kembali.

Jangan Pelihara Rasa Benci itu ...

Suatu hari, ketika Nabi SAW sedang berkumpul dengan para sahabat di dekat ka'bah, seorang lelaki asing lewat di hadapan mereka. Setelah lelaki itu berlalu, Nabi berujar kepada para sahabat, ''Dialah ahli surga.'' Dan hal itu dikatakannya sampai tiga kali.

Atas pernyataan Nabi tersebut, timbul penasaran di kalangan para sahabat, terutama Abdullah bin Umar yang memang dikenal sangat kritis. ''Ya, Rasulullah,' ' tanya Abdullah, ''Mengapa engkau katakan itu kepada kami, padahal selama ini kami tidak pernah mengenalnya sebagai sahabatmu? Sedang terhadap kami sendiri yang selalu mendampingimu engkau tidak pernah mengatakan hal itu?''

Lalu sebagai seorang uswah, Nabi memberikan jawaban diplomatis yang sangat bijak. ''Jika engkau ingin tahu tentang apa yang aku katakan, silakan engkau tanyakan sendiri kepadanya.'' Karena rasa penasarannya sangat tinggi, suatu hari Abdullah bin Umar menyengajakan diri untuk berkunjung ke rumah orang asing itu.

''Ya, akhie,'' kata Abdullah, ''kemarin sewaktu engkau lewat di hadapan kami, Rasulullah mengatakan bahwa engkau seorang ahli surga. Apa gerangan yang menjadi rahasianya sehingga Rasulullah begitu memuliakanmu? ''

Lelaki itu tersenyum, kemudian menjawab, ''Sesungguhnya aku tidak pernah melakukan apa-apa. Aku bahkan tidak memiliki kekayaan apa-apa. Baik ilmu maupun harta yang bisa kusedekahkan. Yang kumiliki hanyalah kecintaan. Kecintaan kepada Allah, kepada Rasulullah dan kepada sesama manusia. Dan setiap malam menjelang tidur, aku selalu berusaha menguatkan rasa cinta itu, sekaligus berusaha menghilangkan perasaan benci yang ada kepada siapa saja. Bahkan terhadap orang-orang kafir sekalipun.''

Memelihara perasaan benci dan marah, berarti menyimpan egoisme. Adanya perasaan benci, berarti adanya sikap untuk menyalahkan orang yang dibenci itu. Dan menyalahkan orang lain berarti membenarkan sikap dan tindakan sendiri.

Padahal sikap semacam itu sudah sejak awal diklaim syetan pada penciptaan Adam AS. Kisah tersebut memberikan gambaran kepada kita, bahwa perasaan benci, bukan hanya mengakibatkan fitnah dan permusuhan, tetapi juga dapat menimbulkan penyakit batin yang sangat fatal, sekaligus menjauhkan diri dari surga yang menjadi dambaan setiap mukmin.

Sehingga sikap yang paling bijaksana adalah, selalu berusaha untuk mengintrospeksi diri, sekaligus menjadi orang yang pemaaf. Sebab itulah yang selalu dilakukan Nabi sepanjang perjalanan hidupnya. Sedangkan hidup Nabi adalah contoh bagi setiap mukmin.

Enough .........

May you have enough happiness to keep you happy.
Enough trials to keep you strong.
Enough sorrow to keep you human.
Enough hope to keep you thoughtful.
Enough failure to keep you humble.
Enough success to keep you eager.
Enough friends to give you comfort.
Enough faith and courage in yourself to banish depression.
Enough wealth to meet your daily needs.
Enough determination to make each day a better day than yesterday

A Beauty that shines ...

I look at you and what do I see
I see a beauty that shines and a heart that glows
I look into your eyes and what do I see
A great peace and gentleness that abides within
A look at your smile, smiling sweetly at me
I see a joy that flows and a happiness the grows
I sit at my computer thinking of you
How far across the you seem to be
I sit and I think, while I am thinking of you
Are you thinking of me ...

Inspiration ..........

Your dream is
Your direction,
Your motivation
Your inspiration.

Decide on a dream today,
Nothing will inspire you
In quite the same way.

A dream is the only true adventure ,
When you have a dream
You swim the rivers of pleasure.

Choose a dream do it now,
When you have a dream
You have go power.

Great things happen,
To people who
Make them happen.

When you have a dream
Your on a roll,
Because your working
Towards a goal.

When you have a dream
You are rich,
Without a dream people perish.

Onto your dream forever hold,
And you'll walk on
A carpet of gold.

Nothing comes from doing nothing,
We are never more happy
Than when we are doing something.

What you can dream
You can do,
There is always more in you.

He who dares wins
He who dares nothing,
Need not hope for anything.

Ideas are worthless without action,
Don't procrastinate
Be a man of action.

Whatever you want to do
Begin it now,
Action has a magic power .

What's the motto of a millionaire,
He who has begun
Is halfway there.

There's something special
Here for you ,
At your dreams
Really do come true.


New Year's Eve ...

Another full-orbed year hath waned to-day,
And set in the irrevocable past,
And headlong whirled long Time's winged blast
My fluttering rose of youth is borne away:
Ah rose once crimson with the blood of May,
A honeyed haunt where bees would break their fast,
I watch thy scattering petals flee aghast,
And all the flickering rose-lights turning grey.

Poor fool of life! plagued ever with thy vain
Regrets and futile longings! were the years
Not cups o'erbrimming still with gall and tears?
Let go thy puny personal joy and pain!
If youth with all its brief hope disappears,
To deathless hope we must be born again.

(by Mathilde Blind)

New Year Eve ...

Celebrations for New Year begin from New Year's Eve on 31st December. This is the last day of the Gregorian calendar and the day before New Year's Day. The idea behind New Year's Eve celebration is to bid adieu to the year gone by and give a warm welcome to the coming year. Popular way of celebrating New Year's Eve is to party until the moment of the transition of the year at midnight.

New Year's Eve is a public non-working holiday in several countries including France, Australia, Argentina, Brazil, New Zealand, Mexico, Greece, the Philippines, and Venezuela.

New Year Eve Traditions
Tradition of celebrating New Year's Eve vary in several parts of the world due to cultural variations. In most countries people cut cake as the clock strikes for midnight on New Year's Eve and open champagne bottles to express their joys. Given here is a brief description of some of the other most popular and interesting traditions of New Year Eve celebrations.

Father Time and Baby New Year
A common image of New Year's Eve celebration is the incarnation of Father Time - the old year represented by an old bearded man wearing a sash across his chest with the previous year printed on it. This Father Time hands over his responsibilities to the Baby New Year - the personification of New Year represented by a baby wearing a sash with the new year printed on it.

Auld Lang Syne
Inspired by an old Scottish tune, the song Auld Lang Syne (meaning 'the good old days') has become the National Anthem of New Year's eve celebration. The song is traditionally sung at the midnight on the New Year's Eve in almost all English speaking countries of the world. The lyrics to the song Auld Lang Syne were written by the poet Robert Burns and published after his death in 1796. Bursting of Firecrackers In most parts of the world, people welcome the New Year by bursting noisy firecrackers. Some even fire celebratory gun-shots. The tradition emerged from an ancient belief that noise and fire helped to dispel evil spirits and bring good-luck.

Greeting Happy New Year
Just as the clock strikes at midnight on New Year's Day people start Greeting Happy New Year to everyone around. At several places there is also a tradition to kiss one's beloved at midnight. It is said that kissing ensures affections and ties will continue all through the year. To dear ones staying in distant cities, greetings are sent over phone or through SMS and New Year greeting cards.

The year is going ...

Ring out the old, ring in the new
Ring, happy bells, across the snow
The year is going, let him go
Ring out the false, ring in the true

(approaching the end of 2010)

Last week of 2010 ...

Curiosity leads you to leap ahead into the multitude of ideas that truly desire for. Yet it is much easier for you to think about it or tell others what you want to create than to actually carry out your projects towards completion. In some odd situations, a few of you might experience sexual tensions whose energies are constantly spilling over into your romantic attractions.
This week is all about learning, understanding and practicing how to organize and create the present from achievements of the past. You're more willing to take risks on a mental level now, so take advantage of the increased spontaneity and creativity that comes with this position. Creativity and a unique approach is what you have now. You find resources within yourself. You reach out, beyond the barriers of self, work, personal gain to a much more deeply involved and evolved existence.

Sederhana dan Luar Biasa

Apabila kita pergi ke mall atau pusat perbelanjaan lainnya, cobalah untuk mampir ke bagian peralatan dapur dan cobalah melihat ke bagian yang secara khusus men-display gelas dan cangkir. Kita melihat banyak ragam gelas atau cangkir yang dipajangkan, ada yang berornamen ke-emasan, ada yang dari bahan porselen bermutu tinggi, dsb. 

Sahabat, sebenarnya fungsi gelas dan cangkir itu adalah sama, yaitu untuk minum. Akan tetapi mengapa dibuat gelas dan cangkir yang indah-indah dan ada yang berharga mahal ? Mengapa pula banyak diantara kita menyukai membeli gelas atau cangkir yang indah dan mahal ? Jawabannya adalah : karena kita senantiasa menginginkan yang terbaik untuk kita. Siapapun juga selalu menginginkan yang terbaik, dan ini tidak terbatas pada gelas dan cangkir saja melainkan juga termasuk mendapatkan pekerjaan terbaik, jabatan terbaik, gaji terbaik, rumah dengan lokasi terbaik, mobil terbaik, istri terbaik, bahkan sampai anak dengan prestasi sekolah terbaik. 

Kemudian, apakah salah kalau kita menginginkan yang terbaik ? Tentunya tidak ada yang salah ! sebab adalah menjadi salah satu hak kita untuk mendapatkan yang terbaik. Tetapi alangkah baiknya apabila kita tidak selalu menginginkan yang terbaik. Lho mengapa demikian ? 

Baiklah, marilah kita coba uraikan dari sebuah cangkir. 

Sebuah cangkir porselen yang mahal berasal dari tanah liat. Siapapun tahu bagaimana rupa dan bentuk tanah liat. Tanah liat mempunyai bentuk yang sungguh jelek, membuat tangan kotor. Hanya saja, berkat ketrampilan tangan maka tanah liat yang tidak berharga menjadi sebuah cangkir porselen yang indah dan berharga mahal. 

Selanjutnya, kalau kita memilih membeli gelas atau cangkir yang mahal, apakah ini akan membuat minuman yang kita minum menjadi lebih enak ? atau apakah teh yang kita minum dari gelas biasa akan menjadi lebih enak apabila diminum dari cangkir proselen yang berlapis emas ? Tentunya tidak ada perubahan rasa teh. Kalau teh-nya sudah enak maka diminum dengan cangkir apapun juga akan menjadi ini. 

Jadi apakah yang bisa kita simpulkan ? 

Adalah lebih baik membuat yang sederhana menjadi sesuatu yang terbaik daripada mendapatkan yang terbaik tetapi tidak memberikan nilai tambah apapun. Kalau teh-nya sudah tidak enak, maka akan tetap tidak enak meskipun diminum dengan cangkir yang berlapis emas. 

Sama hal-nya dengan diri kita ini. Apabila dari usaha yang kita lakukan saat ini bisa memberikan hasil luar biasa untuk kita dan orang yang kita sayangi, maka untuk apa kita melakukan usaha yang luar biasa sementara hasilnya biasa-biasa saja dan tidak bisa membawa kebahagiaan untuk kita dan orang yang kita sayangi. Idealnya memang adalah melakukan hal luar biasa dengan hasil luar biasa; tetapi akan lebih luar biasa apabila kita bisa membuat yang sederhana menjadi luar biasa. 

Mulailah mengawali dengan yang sederhana dan buatlah menjadi luar biasa. 


(by A.C. Huang)