Thursday, December 31, 2009

Inna Lillaahi Wa Inna Ilaihi Roji'un ... Selamat jalan Gus Dur ...

Betapa hatiku takkan pilu
Telah gugur pahlawanku
Betapa hatiku takkan sedih
Hamba ditinggal sendiri -

Siapakah kini plipur lara
Nan setia dan perwira
Siapakah kini pahlawan hati
Pembela bangsa sejati -

Reff :
Telah gugur pahlawanku
Tunai sudah janji bakti
Gugur satu tumbuh sribu
Tanah air jaya sakti -

Gugur bungaku di taman hati
Di haribaan pertiwi
Harum semerbak menambahkan sari
Tanah air jaya sakti

(ciptaan: Ismail Marzuki)


Telah berpulang kehadirat Allah SWT pada hari Rabu 30-Des-2009 pk 18:45WIB, mantan Presiden RI ke-4, KH ABDURRAHMAN WAHID atau yang lebih dikenal sebagai Gus Dur.


Pemikir, Panutan, Guru Bangsa, pembela Bibit-Chandra, pembela Inul Daratista, tokoh yang berani melindungi masyarakat minoritas dari diskriminasi dan pembedaan perlakuan, humoris, hobi baca, mungkin presiden yang paling banyak traveling ke luar negeri (entah), penengah dan penyeimbang berbagai pertikaian … apa lagi yang harus digelarkan bagi Gus Dur?


Yang jelas, kepulangannya ke haribaan Allah SWT mampu memukul perasaan semua orang dari berbagai kalangan. Sampai dengan jam 20:00an, nama Gus Dur mencapai peringkat nomor 3 yang dicari di Google melalui Google Trend Research. Semua media, social network dll. sejak pk 18:45 sampai malam hari, tetap berdesakan menulis berbagai ucapan, hal, pendapat, pandangan tentang Gus Dur. Mulai dari ucapan berbelasungkawa, sampai pada pertanyaan pengguna Twitter di luar negeri – mengapa hashtag (#) tentang Gus Dur sampai ada 4 dan berdesakan selama jam-jam itu, siapa dia, ada apa dengannya? Coba saja cek di http://goo.gl/fb/VMbR


Buku “Gus Dur … Asyik Gitu Loh” tulisan Maia Rosyida - http://bit.ly/4Q2L1K - pasti akan segera dicari oleh masyarakat. Mungkin bahkan akan lebih laku dan laris dibandingkan buku GC yang menghebohkan untuk beberapa hari belakangan ini. Mengapa? Kebenaran di balik buku tentang Gus Dur tersebut bisa saja 100% lebih akurat dibandingkan kebenaran isi buku GC yang menghebohkan itu.


Seorang rekan menulis di Twitter – “Gus Dur sering tertidur saat sidang kabinet. Ketika dibangunkan, konon bisa membuat konklusi yg pas dg agenda sidang #obituarigusdur”. Bukankah itu sebuah catatan yang unik dan membuat setiap orang bertanya, “how come?” (posting tsb merupakan kutipan dari sebuah tulisan seorang aktivis ’98 di awal 1999 tentang Gus Dur - ada di bukunya Prof. Tjipta Lesmana "Dari Soekarno sampai SBY" re: Gus Dur tertidur)


Apa lagi yang mau dicatat tentang seorang Gus Dur? Terlalu banyak untuk diuraikan. Terlalu banyak untuk dikenang. Bagi setiap orang yang pernah berhadapan dengannya, pasti pernah merasakan suatu perasaan keunikan yang istimewa. Beliau humoris – ingat tidak kalimat”gitu aja kok repot?” – tapi serius ketika menanggapi sebuah masalah, tegas, berwibawa tetapi tidak menakutkan, tidak memberikan jarak, ada bimbingan di balik setiap ucapannya.


Pemikiran2nya seringkali tidak mudah dicerna oleh kebanyakan orang. Banyak orang langsung “menyerang” pendapatnya, padahal belum sepenuhnya faham akan makna dibalik pandangan seorang Gus Dur (tampaknya ini adalah salah satu ciri masyarakat kita, over-reactive). Bagi saya pribadi, yang masih sangat membekas adalah dua kejadian yang melibatkan beliau. Yang pertama adalah ketika masalah Inul Daratista diributkan oleh berbagai kalangan, beliau memberikan komentar yang cukup menghenyakkan orang. Kedua, adalah ketika beliau memberikan pandangan tentang hukum umat islam yang mengucapkan selamat pada perayaan Natal nya umat Kristiani. Betapa jauh pandangan beliau tentang kehidupan ini. Tidaklah heran apabila beliau sangat dekat dengan Romo Franz Magnis Suseno.


Pengalaman lain yang saya catat adalah ketika beliau selaku Presiden akan membuka dan meresmikan sebuah pameran dagang tingkat internasional yang diselenggarakan oleh perusahaan dimana saya bekerja. Jadual jam pembukaan tiba-tiba mengalami perubahan hanya dalam waktu sekitar 15-16 jam sebelum saatnya tiba – bukan diundur tetapi malah dimajukan – sementara semua undangan VVIP maupun VIP sudah tersebar. Keesokan harinya, ketika beliau mengetahui apa yang terjadi, komentar beliau ya tetap sebagaimana biasanya, “gitu aja kok repot”. Waktu itu saya belum memahami dengan sepenuhnya makna dibalik kalimat tsb. tetapi selang beberapa lama, saya akhirnya menyadari bahwa kepanikan yang terjadi di malam sebelum hari-H tersebut sebetulnya adalah tantangan bagi kami semua untuk tetap melaksanakannya tanpa putus asa, dan terbukti memang pembukaan tetap berlangsung dengan lancar.


Saya juga mengagumi puterinya, Yenny, yang saya kenal di tahun ’98-’99, kalau tidak salah ketika itu masih menjadi seorang kontributor untuk sebuah media Australia. Kecerdasannya, wawasan dan pengetahuannya sangat mencerminkan hasil didik sang ayahanda.


Beberapa hari yang lalu, ketika saya membaca berita tentang sakitnya Gus Dur, saya cuma bisa berbisik dalam hati – beliau belum terlampau lanjut usia, belum mencapai 70 tahun, tetapi berbagai penyakit yang dideritanya mungkin melemahkan kondisi fisiknya. Tetapi ketika saya mendengar berita tentang kunjungannya ke makam kakeknya, berbelok arah ketika dalam perjalanan, sementara kondisi fisiknya belum pulih penuh – saya berbisik lain dan penuh perasaan lirih … Ya Allah, sudah sedemikian dekatnyakah waktu yang tersisa bagi beliau? Berilah kekuatan padanya agar mampu bertahan ya Allah. Dan ketika sore kemarin saya mendengar kepergiannya baik melalui tv maupun internet, saya sedih tetapi berbisik lagi – rupanya benar ya Allah, Kau undang pulang seorang umatMu di saat semua orang membutuhkannya untuk menjadi penengah (seperti yang sering dilakukannya). Rupanya Allah SWT berkehendak agar kita semua bercermin diri, bahwa kita harus mampu menyelesaikan segala perkara tanpa selalu (dan selalu) mengandalkan orang lain untuk menjadi penengah.


“Gus Dur, semoga bangsa ini semakin dewasa dan belajar banyak dari apa yang sudah kau perbuat selama hidup. Caramu memberikan pendapat, pandangan, pemikiran, komentar, maupun celetukan, selalu akan memberikan kesegaran dan perenungan bagi setiap orang yang menyimak dan mendalaminya. Semoga jalan kembali ke hadapan Sang Maha Pencipta, Allah SWT, penuh kelapangan, penuh kedamaian dan penuh pengampunan. Kami akan selalu mengenangmu sebagai seorang Guru Bangsa, bukan cuma seorang Bapa Bangsa atau seorang Pahlawan Bangsa. Tetapi seorang Guru Bangsa. Guru, seorang panutan, seorang mentor, seorang yang mengajarkan kepada kita bagaimana membedakan putih dan hitam, kiri dan kanan, atas dan bawah, bagaimana berdiri bersikap dengan seimbang. Terima kasih Gus. Terima kasih buat segalanya.”


Mari kita iringi kepergian Gus Dur dengan Al Faatihah:
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan menguasai semesta alam
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Yang menguasai hari pembalasan
Hanya kepada Engkau lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau lah kami mohon pertolongan
Tunjukilah kami jalan yang lurus
Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni’mat kepada mereka; bukan jalan mereka yang Kau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat
Amin Ya Robaal Alamin”

No comments:

Post a Comment